2.Pre eklamsia Berat
Ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan
dibagi menjadi : 1). Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau
diterminasi ditambah pengobatan medicinal; 2) Perawatan konservatif yaitu
kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
1) Perawatan
aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan non stress test (NST) dan ultrasonografi (USG) dengan indikasi
salah satu atau lebih yakni :
a) Ibu: Usia
kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda – tanda impending eklamsia,
kegagalan terapi konserfatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi
kenaikan desakan tekanan darah atau setelah 24 jam perawatan medicinal, ada
gejala – gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b) Janin: Hasil
fetal assasemen jelek (NST dan USG) adanya tanda IUGR
c) Hasil
laboratorium: Adanya HELLP syndrome
2) Pengobatan
medisinal pasien PEB dilakukan di RS dan atas instruksi dokter yaitu segera
masuk RS, tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30
menit, reflek patela setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter
diselingi dengan infus RL (60 – 125 cc/jam) 500cc berikan antasida : diet cukup
protein, rendah karbohidrat lemak dan garam, pemberian obat anti kejang MgSO4
diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda – tanda edema paru, payah
jantungkongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3) Antihapertensi
diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg (diastol lebih 110 mmHg
atau MAP lebih 125 mmHg sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105
mmHg bukan kurang 90 mmHg karena akan menurunkan perfusi plasenta dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensipada umumnya.
4) Bila dibutuhkan
penurunan tekanan darah secepatnya diberikan obat–obat antihipertensi
parenteral (tetesan kontinyu) catapresinjeksi. Dosis yang biasa dipakai 5
ampul dalam 500 cc cairan infus atau pres disesuaikan dengan tekanan darah.
5) Bila tidak
tersedia antihipertensi parenteral dapat di berikan tablet anti hipertensi
secara sublingual diulang selang 1 jam maksimal 4 – 5 kali. Bersama dengan awal
pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral.
6) Pengobatan
jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda – tanda menjurus payah jantung
diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
7) Lain – lain :
Konsul penyakit dalam/jantung, mata, obat – obat anti piretik diberikan bila
suhu rectal 38,5ÂșC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol
atau xylomidon 2 cc IM, antibiotik
diberikan atas indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/ 6 jam/ IV/hari, anti nyeri
bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus dapat diberikan
petidin HCL 50 – 75 mg sekali saja, selambat lambatnya 2 jam sebelum janin
lahir.
11.
Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklamsia
dapat dicegah atau frekuensinya dapat dikurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan
frekuensi eklamsia adalah :
1) Meningkatkan
jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil
memeriksakan diri sejak hamil muda.
2) Mencari pada
tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklamsia dan megobatinya segera bila ditemukan
3) Mengakhiri
kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat
tanda – tanda pre eklamsia tidak juga dapat hilang. (Rukiyah, 2010)
12.
Komplikasi
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dibawah ini yang bisa
terjadi pada pre eklamsia dan eklamsia (Rukiyah, 2010) :
1) Solusio Plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
akut dan lebih sering terjadi pada pre eklamsia
2) Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada pre eklamsia berat. Oleh karena itu
dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3) Hemolisis
Penderita dengan PEB kadang – kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenel dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi sel darh merah. Nekrosis
periportal hati yang sering ditemukan pada autopsy penderita eklamsia dapat
menerangkan ikterus tersebut.
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklamsia.
5) Kelainan Mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung
sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang – kadang terjadi pada retina.
Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
6) Edema Paru – Paru
Paru – paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan
karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses
paru – paru.
7) Nekrosis Hati
Nekrosis periportal hati pada pre eklamsia/eklamsia
merupakan akibat vasopasme arteriole
umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia, tetapi juga dapat terjadi pada
penyakit lain. Kerusakan sel – sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal
hati, terutama penentuan enzim–enzimnya.
8) Sindroma HELLP (Haemolisys elevated liver enzymes dan low palatelet)
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan
fungsi hati, hepatoselular (peningkatan enzim hati [SGOT,SGPT], gejala
subyektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]). Hemolisis akibat
kerusakan membrane eritrosit oleh radiakl bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh.
Trombositopenia (,150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit did inding vaskuler),
kerusakan tromboksan (vasokonstriktor
kuat), lisosom.
9) Kelainan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria samapi gagal ginjal.
10) Komplikasi Lain
11) Pada Janin
Menurut Rukiyah (2010), komplikasi pre eklamsia pada janin
adalah :
Janin yang dikandung ibu hamil pre eklamsia akan hidup dalam
rahim dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini bisa terjadi
karena pembuluh darh yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit, karena
buruknya nutrisi pertumbuhan janin akan terhambat sehingga akan terjadi bayi
dengan berat lahir rendah. Bisa juga janin dilahirkan kurang bulan (prematuritas),
komplikasi lanjut dari prematuritas adalh keterlambatan belajar, epilepsy,
serebral palsy, dan masalah pada pendengaran dan penglihatan, bayi saat
dilahirkan asfiksia, dsb.
DAFTAR PUSTAKA
3.
Arikunto, Suharsini.2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:Rineka Cipta
4.
Bobak, Lowdermik, jansen. 2004. Buku
Ajar keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
5.
Boyle, Maureen. 2007. Buku Saku
Bidan Kedaruratan Dalam Persalinan. Jakarta: EGC
6.
Chapman, Vicky. 2006. Asuhan
Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. Jakarta: EGC
7.
Cuningham, F. Gary.Dkk. 2005.
Obstetri Williams. Jakarta : EGC
8.
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Riset
Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:Salemba Medika
9.
Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat
Darurat Obstetri Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan.
Jakarta : EGC
10.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan
Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
11.
Mochtar, rustam. 2007. Sinopsis
Obstetri. Jakarta : EGC
12.
Notoatmodjo,Soekidjo. 2005.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta
13.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
15.
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan
Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
16.
Suyanto dan Ummi Salamah. 2009.
Riset Kebidanan Metodologi Dan Aplikasi. Jogjakarta:Mitra Cendekia
18.
Winkjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
19.
Yeyeh, Rukiyah. 2010. Asuhan
Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV Trans Info Media